Postingan

semicolon

Mungkin ini akan jadi part paling emosional, honestly  sebenernya saya ngga mau sharing masalah ini, tapi saya merasa butuh. Kalau bukan saya tulis di sini, lalu mau saya ceritakan ke siapa lagi? Malu sebenarnya, tapi lebih banyak ke takut. Saya pernah merasa berhari-hari itu lelah sekali, setiap malam saya overthinking . Kalau di nalar pakai pikiran dingin sih overthinking  di setiap malam mungkin bukan hal baru untuk orang-orang yang sedang melalui krisis paruh baya. Tapi pikiran liar dan negatif saya tiap malam rasanya beda, saya mudah terdistrak dengan hal-hal kecil. Ketika saya memikirkan satu masalah, saya teringat hal-hal menjijikan dalam hidup saya bahkan saya pernah berpikiran untuk pergi dari dunia ini. Tragis memang :( ya, saya pernah berpikiran untuk "mati" dan pergi dari dunia yang kejam ini. Saya ngga tahu kenapa saya bisa berpikiran seperti itu, rasanya meninggalkan dunia ini akan lebih bikin saya bahagia. Oh God, saya nangis nulis ini, bahkan jari saya gemeta

That's why I always trying my best

Nothing is perfect, ya saya tahu :) tapi saya selalu berusaha semaksimal saya. Kalau kata Albert Camus, hidup itu absurd, kita melakukan suatu hal yang sama setiap harinya sampai kadang kita lelah. Akhir-akhir ini saya juga kepikiran yang aneh-aneh, apalagi di masa pandemi seperti ini saya kaya lagi ngerasain kutukan sisyphus haha, aneh-aneh kan? Bangun tidur - mandi - makan - main handphone  - skripsian - nonton drama - tidur, dan keesokan harinya diulang lagi. Monoton sekali bukan?  Tapi saya juga mikir lagi mau seberapa keras usaha yang saya lakuin buat capai tujuan hdup saya, kalau diumpamain dengan alegori sisyphus, usaha itu sama halnya dengan mendorong batu ke puncak bukit. Terus kalau sudah berhasil sampai ke puncak, apa yang akan dilakukan? Balik lagi, mendorong lagi. Karena berhasil ke puncak bukanlah akhir, masih ada tujuan-tujuan lain dan sampai akhirnya kita akan terus mendorong itu. Absurd bukan? tapi absurditas  sebenarnya bukan suatu hal yang menghalangi, tergantung bag

ineffable :)

Halo? Saya akhir-akhir ini moodnya lagi baik banget. Ini saya nulis sambil nikmatin hujan dari dalam kamar, ngga lupa juga saya  play lagunya Bangtan hehe. Oh iya, btw  dua hari kemarin saya nonton konser online-nya mereka (walaupun pakai jalur haram sih hehe), berhubung meraka lagi rayain anniversary yang ke-delapan. Saya sendiri udah sekitar tujuh tahun nge-stan Bangtan, ngga nyangka sih bakalan sampai sejauh ini. Ngomongin tentang Bangtan, ada banyak hal yang saya dapat dari mereka. Tentang kerja keras, semangat, pantang menyerah, usaha, dan masih banyak lagi. Saking banyaknya sampai saya ngga bisa nyebutin semuanya. Tapi satu hal besar yang sangat mengubah hidup saya adalah bagaimana Bangtan mengajarkan "Love Myself".  Awalnya saya ngga paham apa itu mencintai diri sendiri, tapi setelah tujuh tahun saya meresa dekat dengan Bangtan, saya jadi lebih bisa mencintai diri saya sendiri walaupun masih di tahap berusaha. Saya perbanyak baca buku psikologi, buku self improvement ,

Kenapa harus "meredam lara" (?)

Sudah lama ya saya ngga nulis di blog, ngga berbagi keluh kesah lagi. Sebenarnya ada banyak lara yang harus saya redam lewat tulisan, tapi akhir-akhir ini saya ngga tahu mau memulai nulis kaya gimana. Rasanya lara itu hanya mengendap di pikiran tapi untuk melisankan apalagi menuliskannya  susah sekali. Saya perlu sesuatu yang merangsang agar lara itu dapat muncul menjelma tulisan, dan itu sudah saya lakukan berkali-kali namun kenyataannya tetap saja susah. Mungkin kali ini ngga banyak yang mau saya tulis, toh part ini juga hanya untuk mengisi waktu luang saja. Saya mau bahas tentang kenapa harus "meredam lara" (?) Alasannya banyak sih sebenarnya, tapi yang paling utama adalah, saya tipe orang yang ngga bisa cerita panjang lebar dengan orang lain bahkan dengan orang terdekat sekalipun. Jangankan dengan orang lain, dengan orang tua saja saya ngga pernah berbagi keluh kesah, sambat, cerita permasalahan hidup, atau meminta saran dan masukan. Saya tertutup, dan bisa dibilang saya

Kenalin, ini saya yang biasa dikatain sombong :)

Huuuh, saya menulis ini sambil play lagunya Sal Priadi & Nadin Amizah - Amin Paling Serius. Apaan sih, ok ini sangat random :v  Sebenarnya cerita yang saya bawa sekarang ngga begitu bikin resah sih, ngga begitu butuh effort  buat meredam lara yang saya rasakan. Tapi ngga apa-apa deh, kali ini saya mau berbagi aja. "Kamu sombong banget, kalau ketemu ngga pernah nyapa." "Galak banget sih, bisa ngga kalau balas chat tuh santai, ngga irit huruf juga kali." "Kaku banget jadi orang, piknik dong biar ngga tegang hidupmu." "Main yuk, jangan ngurung diri di kamar terus. Ngga pengin lihat keadaan di luar?" Yups , itu adalah beberapa kalimat yang seringkali dilontarkan orang-orang ke saya, terutama orang-orang yang ngga sepenuhnya tahu tentang saya karena saya memang orang yang tertutup dan sedikit bicara. Masih banyak sih sebenarnya kalimat yang lebih mengagetkan daripada itu. Mulai dari mana ya hmmm, saya agak bingung nih :( Baiklah, saya mulai dari

Meredam Lara (a poetry)

Akan kuceritakan tentang seseorang yang hidupnya banyak dipecut oleh kesedihan harinya tidak luput dari siksaan bukan fisik yang jadi masalah, melainkan batinnya ia, perempuan yang rambut hitamnya tidak lebih dari sebahu perempuan dengan tubuh keringnya, tulang yang sedikit tampak sebab dagingnya tidak lebih banyak perempuan yang bibirnya tidak mampu mengukir senyum semanis gulali di pasar malam Ia, makhluk yang diciptakan Tuhan dengan penuh kelebihan namun dipatahkan dengan cacian manusia lainnya dan, tidak urung juga dibuang dari sekitarnya Sekarang, ia hanya seringkali bercerita bersama sarayu yang datang pada shyam ada kalanya ketika bumantara mendatangkan payoda yang kelabu ia berharap bentala dibasahi rintik hujannya harum petrichor dapat menstimuli bibirnya untuk tersenyum perempuan itu sumarah tidak ada harsa ia hanya ingin redup saja

Karena yang tahun lalu ajarkan adalah, kamu harus bahagia

Masih menggebu-gebu menyalahkan diri sendiri? Masih antusias menyiksa batin dengan membandingkan hasil pekerjaanmu dengan teman seperjuanganmu? Masih ingin terus mengorek luka dengan menatap kegagalan-kegagalan yang sebenarnya tidak perlu kamu ratapi? Atau masih setia menanti kemustahilan sebab kamu tidak menyukuri nikmat yang diberikan Tugan meski beberapa hal tidak sesuai harapanmu? Yang tahun lalu berikan memanglah luka, tapi yang tahun lalu ajarkan adalah bagaimana kamu harus bisa menata hidupmu kembali Yang tahun lalu sajikan adalah memori lama yang seharusnya tidak perlu kamu sambut di tahun berikutnya Jatuh, menderita, sengsara, dan pada akhirnya kamu hanya bisa mengeluarkan air mata Semua yang tahun lalu berikan tidak perlu kamu sebut-sebut lagi sebagai senandika semua yang tahun lalu ciptakan tidak perlu kamu ratapi di pertengahan malam sampai-sampai tidurmu kurang dari delapan jam Karena yang tahun lalu ajarkan adalah, kamu harus bahagia